Allah berfirman, yang artinya, "Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam
sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan
perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya,". (Qs. Al-Mukminun : 1-5) Penggalan
Surah ini menerangkan hamba yg beriman (mukmin) punya karakteristik khas dalam
perilaku, perkataan maupun akhlak dalam diri. Hamba yg mensifati dirinya dengan
karakteristik ini, maka Allah akan memuliakannya dengannya. Jika tidak, mk hal tsb hanyalah sekadar pengakuan yg
membutuhkan suatu pembuktian. Al-Qur'an dan hadits Rasulullah banyak
menerangkan tentang sifat-sifat tersebut. Salah satu karakteristik yg kita
bahas ini adalah orang-orang yg menjauhkan diri dari perbutan yg tidak
berguna.
Dalam surat diatas terdapat kalimat , al-laghwu, yang
datang dalam bentuk umum. Yaitu sesuatu atau segala hal yang tidak bisa
diharapkan di waktu selanjutnya. Maka atas dasar terebut, seorang hamba mukmin
menjaga segala perbuatan yang tiada berguna, atau berlebihan. Karena ia
mengetahui bahwa dirinya akan bertanggung jawab penuh atas perbuatannya.
Firman Allah, yang artinya ," Tiada suatu ucapan
yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir
", (Qs. Qaf : 18). Ketika seorang hamba menghisap dirinya atas ucapannya
(perbuatannya) yang tiada bermanfaat, maka sesungguhnya itu merupakan pintu
paling utama. Sehingga ia akan selalu memperbaiki perbuata-perbuatannya.
Dalam ayat lain juga ditegaskan akan sifat orang mukmin,
yaitu memhindarkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tiada berguna. Allah
berfirman dalam menggambarkan kodisi ini, dengan firman-Nya, yang artinya
," … dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan
perbuatan-perbuatan yang tiada berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga
kehormatan dirinya". (Qs. Al-Furqan : 72).
Allah juga berfirman, yang artinya ," Dan apabila
mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya
dan mereka berkata ;'Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amal kamu,
kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang
jahil". (Qs. Al-Qashas : 55).
Allah juga berfirman, yang artinya ," Dan apabila
kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami , maka tinggalkanlah
mereka…". (Qs. Al-An'am : 68).
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya “Di antara (tanda) kebaikan Islam
seseorang adalah meninggalkan perkara yang tidak bermanfaat
baginya".”(Hadits hasan. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan selainnya
seperti itu). Hadits di ini merupakan salah satu prinsip adab dan etika mulia.
Dalam Jami’ul 'Ulum wal-Hikam (I/288).
Imam Abu ‘Amr bin Shalah menceritakan dari Abu Muhammad
bin Abi Zaid , bahwa ia berkata: “Puncak etika kebaikan bermuara dari empat
hadits:
Sabda Rasulullah saw, "Barang siapa beriman kepada
Allâh Ta'ala dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam’,
Sabda Rasulullah saw, "Di antara kebaikan keislaman
seseorang, ialah dia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya",
Sabda Rasulullah saw, "yang ringkas kepada orang
yang meminta wasiat kepadanya, ‘Janganlah engkau marah’, dan
Sabda Rasulullah
saw, "Orang mukmin itu mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk
dirinya’" ”
Makna hadits ini, bahwasanya di antara kebaikan keislaman
seseorang ialah ia meninggalkan perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat .
Dia hanya mencukupkan diri dengan berbagai perkataan dan perbuatan yang
bermanfaat baginya. Makna “ya’nihi” dalam hadits ini, ialah perhatian
(inayah)nya tertuju padanya, kemudian sesuatu tersebut menjadi maksud dan
tujuannya. Makna al-inayah, ialah perhatian yang lebih terhadap sesuatu.
Seseorang meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat
baginya, dan tidak ia inginkan bukan karena pertimbangan hawa nafsu dan
keinginan jiwa, namun karena pertimbangan syari’at Islam. Oleh karena itu,
beliau menjadikan sikap seperti itu sebagai bukti kebaikan keislamannya.
Rasulullah saw, juga bersabda, yang artinya, "
Seorang muslim adalah siapa yang menyelamatkan muslim lainnya, dari gangguan
lisan dan juga tangannya", (Hr. An Nasa'I, ahmad, At-Tirmidzi, Ibn Majah,
dinyatakan shahih al-albani dalam As-silsilah as-Shahihah : 11/67).
Seorang yang keislaman , maka ia meninggalkan ucapan dan
tindakan-tindakan yang tidak bermanfaat baginya dalam Islam, karena Islam
mengharuskan seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban seperti yang telah
dijelaskan dalam hadits Jibril ra (hadits ke-2 kitab al-Arba’în) dan
hadits-hadits yang lainnya.
Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda, yang artinya
, " … Berkemauan keraslah kepada apa-apa yang bermanfaat bagimu, dan minta
tolonglah kepada Allâh Ta'ala dan janganlah bersikap lemah….”
Dalam ash-Shamtu, karya Ibnu Abid Dunya. Tahqîq: Abu
Ishaq al-Huwaini. Para Ulama menjelaskan, bahwa yang dimaksud meninggalkan
apa-apa yang tidak bermanfat, sebagian besar ditujukan kepada menjaga lisan
(lidah), dari perkataan yang sia-sia. Prinsip yang mendasar ialah meninggalkan
hal-hal yang diharamkan , sebagaimana sabda Rasulullah , bersabda , yang
artinya ," Seorang muslim, ialah orang yang kaum Muslimin selamat dari
lidah dan tangannya; dan orang yang hijrah, ialah orang yang meninggalkan apa
yang Allah larang".
Jadi, jika keislaman seseorang baik, dia akan
meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat baginya; baik itu hal-hal yang
diharamkan, syubhat, makruh, dan hal-hal mubah yang berlebihan yang tidak
dibutuhkan, karena itu semua tidak bermanfaat bagi seorang Muslim. Jika
keislaman seseorang telah baik dan mencapai tingkatan ihsan, maka ketika
beribadah kepada Allah Ta'ala seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak
sanggup maka ia yakin bahwa Allah Ta'ala melihatnya. Maka, barang-siapa
beribadah kepada Allâh Ta'ala dengan mengingat kedekatan-Nya dan penglihatannya
kepada Allâh Ta'ala dengan hatinya atau mengingat kedekatan dan penglihatan
Allâh Ta'ala kepadanya, sungguh keislamannya telah baik dan mengharuskannya
meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat baginya dalam Islam dan ia lebih
sibuk dengan hal-hal yang bermanfaat baginya.
Waktu bagi hamba beriman adalah berharga, yang tidak
disia-siakan dalam sendau gurau atau dihabiskan untuk hal-hal yang tiada
bermanfaat. Siapa yang telah menyia-nyiakan waktunya berarti ia telah
menyia-nyiakan dirinya. Dalam sebuah atsar dikatakan, " tidaklah ada hari
yang datang atas anak adam melainkan ia berseru ," Wahai anak adam , aku
adalah hari yang baru dan aku kelak akan menjadi saksi atasmu, maka beramallah
dengan amal shalih, karena kelak aku akan menjadi saksi bagimu, dan aku apabila
telah berlalu niscaya kamu tidak akan pernah melihatku selamanya, dan malampun
berkata demikian juag ". (Ar-Rafi'I 2/93. Ad-Dailami 3/383, Abu Nu'aim
dalam al-Hilyah 2/303).
Diriwayatkan Ibn Ishaq, bahwa suatu ketika Rasulullah saw
masih berada di Mekah. Datanglah kepada beliau utusan dari kaum Nasrani yang
berjumlah sekitar 20 orang. Yaitu taktala telah samapi khabar kepada mereka
mengenai diri beliau dari negeri Habasyah. Mereka mendapati beliau sedang di
masjid, mereka pun segera berbicara dan bertanya kepada beliau. Sementara itu
kumpulan orang-orang Quraisy ada disekitar Ka'bah.
Ketika mereka telah selesai dari persoalan yang merek
kehendaki, maka Rasulullah pun menyeru mereka kepada Allah SWT seraya
membacakan aayat-ayat Al-qur'an, hingga mata mereka bercucuran air mata. Pada
akhirnya mereka menyambut seruan tersebut, beriman dan membenarkan Rasul-Nya.
Mereksa mengetahui diri beliau sebagaimana yang telah digambarkan dalam Kitab
mereka.
Taktala mereka hendak meninggalkan berliau. Abu jahal
mencegat mereka seraya berekata ," Semoga allah meninggalkan kalian.
Kalian telah diutus oleh kaum kalian untuk menyelidiki orang ini. Akan tetapi
belum sempat kalian duduk dengan tenang dihadapannya, kalian sudah melepaskan
agama kalian dan membenarkan apa yang diucapkannya. Kami belum pernah melihat
utusan yang lebih bodoh dari kalian".
Kemudian mereka menjawab," Semoga keselamatan
atasmu. Kami tidak mau bertindak bodoh seperti kamu. Biarlah kami mengikuti
pendirian kami, dan kamu bebas mengikuti pendirianmu. Kami tidak akan
menyia-nyiakan (kesempatan) berbuat baitk untuk diri kami sendiri".
Riwayat dari Mu'adz bin Jabal ra berkata,"Pada suatu
hari aku bersama Rasulullah SAW dalam sebuah perjalanan. Hingga ketika aku
dekat dengan beliau, maka akupun berekata ," Wahaui Rasulullah,
beritahukan kepadaku tentang amalan yang bisa memasukanku kedalam surga dan
menjauhkanku dari neraka?".
Rasulullah saw menjawab,yang artinya " sungguh ,
engkau telah bertanya kepadaku tentang perkara agung (berat bagi jiwa). Namun
hal itu akan benar-benar menjadi mudah bai orang-orang yang dimudahkan Allah.
Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa ramadhan dan menunaikan
haji".
Kemudaian beliau bertanya, yang artinya," Maukah
engkau, aku tunjukkan pintu-pintu kebaikan".
Aku pun menjawab ", tentu wahai Rasulullah".
Beliau bersabda, yang artinya ," Puasa adalah
perisai, sedekah itu bisa memadamkan dosa-dosa sebagaimana air bisa memadamkan
api dan shalatnya seorang ditengah malam adalah syiarnya orang-orang shalih.
" Kemudian beliau membaca firman Allah, yang artinya ", Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabb-nya
dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa apa rizki yang
Kami berikan". (Qs. As-Sajadah : 16).
Kemudian beliau bertanya lagi," Maukah aku
beritahukan kepadamu tentang pokok seluruh urusan (agama), tiang penyangganya
dan puncak tertingginya ?"
Aku menjawab,"tentu wahai Rasulullah". Beliau
bersabda , yang artinya ," Pokok adalah islam, tiang penyangganya adalah
shalat dan puncak tertingginya adalah jihad".
Kemudian beliau bertanya kembali, " Maukah aku
beritahukan kepadamu tentang penguat (penyempurna) semua hal tersebut ?"
Aku menjawab " tentu wahai Rasulullah".
Beliau memgangi lidahnya seraya bersabda, yang artinya
," Jagalah ini!".
Lalu aku bertanya," Wahai Rasulullah , apakah kita
akan benar-benar diazab lantaran semua yang kita ucapkan?"
Beliau menjawab," Celaka engkau wahai Muadz,
tidakkah manusia itu dilemparkan ke dalam api neraka dengan wajah tertelungkup
dibawah mereka, melainkan akibat dosa dari lisan-lisan mereka ". (Hr
Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i).
Dan sungguh benar firman Allah yang menerangkan
sifat-sifat orang mukmin, yang artinya ," Dan orang-orang yang menjauhkan
diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna ". (Qs. Al-Mukminun
: 3).
Ibnu ‘Asaakir dalam Taariikh Dimasyq 48/117 , menyatakan
‘Umar bin ‘Abdil-‘Aziiz rahimahullah berkata , bahwa Barangsiapa yang
menghitung perkataannya merupakan bagian dari amal perbuatannya, niscaya ia
akan sedikit berbicara kecuali apa-apa yang bermanfaat baginya .
Saudaraku , dengan meninggalkan hal-hal yang tidak
bermanfaat termasuk bagian dari kebaikan keislaman seorang hamba . Jika ia
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya dan mengerjakan apa yang
bermanfaat baginya, sungguh, telah sempurnalah kebaikan keislamannya.
Allahu a'lam
Sumber : Abdul 'athi ali Salim dalam Halawatul Iman,
Yazid bin Abdul Qadir Jawas