Khamis, 16 Ogos 2012

Boleh kah puasa qada’ dan sunat syawal digabungkan dengan satu niat?



di kalangan umat Islam yang ingin menunaikan kewajiban dan perintah agama dan lazimnya menjadi persoalan ialah tentang penggabungannya dengan puasa qadha' ramadhan dan puasa yang perlu didahulukan.
Sering ada yang bertanya atau berdebat manakah yang lebih baik diantara puasa sunnah syawal dan puasa qadha'? Sedangkan telah terbukti dari hadits Qudsi yang shahih yang menuntut umat islam mengutamakan dahulu kewajiban menunaikan puasa ganti terlebih dahulu.
Sabda Rasulullah, Saw. berhubung puasa  : "...dan tidaklah hampir kepadaku seorang hambaKu dengan apa juapun, maka yang lebih kusukai adalah mereka yang melaksanakan amalan fardhu/wajib keatas mereka, dan senantiasa mereka ingin menghampirkan diri mereka kepadaKu dengan mengerjakan amalan sunnah sehinggalah aku kasih kepadanya.." (HR. Bukhari)
Menurut Imam An-Nawawi , Mazhab Maliki, Hanafi, Syafie', Hambali, Jumhur Salaf dan Khalaf berpendapat:
"Qadha puasa ramadhan bagi mereka yang berbuka karena uzur, seperti haid dan musafir, maka kewajiban mengqadha' adalah secara bertangguh tidak disyaratkan qadha' terus apabila boleh melakukannya."
Walaupun waktu bagi puasa qadha' adalah panjang, umat islam tetap tidak pasti apakah mampu menunaikan sampai waktu tertentu atau ajal menjelang dahulu.
"seseorang yang mati sebelum mengganti puasa ramadhannya tetapi sudah berpuasa sunnah syawal akan pasti bermasalah karena ia dikira masih berhutang kepada Allah, Swt.
Tiada dalil gabungkan puasa sunnah syawal dan qadha' dalam satu niat.
Menurut Prof. DR. Syeikh Abd. Malik as-Sa'dy (bekas Lajnah Fatwa Iraq) dan Prof. DR. Mohd 'Uqlah al-Ibrahim (Jordania) mereka berpendapat :
"bahwa amalan wajib tidak boleh digabungkan dengan apa-apa amalan wajib atau sunnah lain, karena amalan wajib memerlukan tumpuan khusus yang tidak berbelah bagi semasa pelaksanaannya dari ia perlu bagi mengangkat tuntutan kewajibannya.
Selain itu amalan wajib (qadha') memerlukan niat 'jazam' (tepat dan pasti) maka tindakan menggabungkan ia dengan niat puasa sunnah mungkin merusakkan kepastiannya.
Puasa Qadha' atau Syawal dulu?
Tidak boleh menggabungkan dan lebih baik mendahulukan yang wajib (qadha') daripada sunnah (syawal) tetapi menganggap 'rukhsah' (keringanan) bagi mereka yang mempunyai kesulitan karena usia uzur dan tidak mampu mengasingkannya.
Selain itu tindakan Aisyah Ra. yang melewatkan qadha' pula boleh dijadikan hujah bahwa beliau mengasingkan kedua puasa qadha' dan syawal.

Hadits Aisyah, Ra.
"Aku mempunyai kewajiban puasa yang mesti diqadha' dan tidak mengqadha' melainkan pada bulan sya'ban karena sibuk (melayani) Rasulullah." (HR. Bukhari Muslim)
Menyegerakan qadha' adalah diutamakan, sebagaimana Firman Allah, Swt : "Dan bersegeralah kamu ke arah keampunan daripada Allah dan syurga yang luasnya adalah langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (Ali Imran : 133)
Ibadah puasa sunnah syawal dan puasa qadha' (wajib) dituntut dan semestinya dilakukan secara terpisah dalam urusan waktu dan niat. Dalam qadha' mempunyai waktu yang panjang dan luas karena kewajibannya bertangguh masa sampai bulan ramadhan tiba. Sementara ibadah puasa syawal bersifat masa yang sempit yaitu hanya bulan syawal saja dan sesuatu yang bersifat sempit masanya perlu juga diutamakan berbanding yang lebih luas masanya. Mengenai pelaksaan puasa syawal boleh dilakukan secara berturut-turut atau terpisah-pisah waktunya asal masih dibulan syawal.
***
Amalan sunnah merupakan pelengkap kepada kekurangan dalam amalan fardhu. Sempurnakan dulu qadha (wajib) beberapa hari yang tertinggal karena kita tidak tahu apakah masih ada umur dan kesehatan yang ada sehingga kita dapat menunaikannya di waktu mendatang.
Lakukanlah dua ibadah puasa ini (fardhu dan sunnah) secara berasingan, karena sebagai hamba yang ta'at kepada Allah, Swt. memperbanyak amalan taqarrub dengan memisahkan diantara yang wajib dengan sunnah lebih menunjukkan kesungguhan diri mencari keridhaan-Nya.

Wallahu a'lamu bi shawwab..